Hak Kebebasan Berpendapat Dan Visa Humanitarian Di Perancis

  Selasa, 09 Oktober 2018 - 17:55:51 WIB   -     Dibaca: 1472 kali

Rangga Yudhistira, Elsania Natasya S, Risma Safitri Fadhli, Samriananda Septiyani dan Salma Nisrina Nur H melakukan wawancara di Institut Francais Indonesia (5 Oktober 2018). Di dalam wawancara dengan narasumber Mr. Benoit Bavouset serta Eva Agustina, diperoleh penjelasan mengenai hak kebebasan berpendapat di Perancis bahwa kebebasan berpendapat di Perancis merupakan hal yang sangat penting di Perancis, berpendapat di Perancis milik semua orang untuk menyatakan pendapatnya seperti yang mereka inginkan. Yang pertama kebebasan berpikir, kedua kebebasan mengekspresikan apapun yang dipikirkan. Jadi merupakan kebebasan fundamental yang terdekrit dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Perancis memerankan peran yang sangat penting dalam ide universal kebebasan berpendapat/bersuara dalam Hak Asasi Manusia (HAM). Pada salah satu redaksi komite Perancis yang mengajukan mengenai kebebasan perbendapat yang merupakan HAM pada masa itu ditahun 1948. Kebebasan berpendapat ada lima prinsip yang sangat penting yaitu kebebasan berpendapat untuk media, kebebasan berorganisasi, kebebasan untuk bersosialisasi, kebebasan untuk berdemonstrasi jika tidak menyetujui sesuatu, dan perihal menghormati sesama dan menghormati hukum yang berlaku. Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas mengucapkan apapun, tetapi harus bertanggung jawab, jadi kebebasan yang dibatasi oleh prinsip-prinsip secara umum yang ada beberapa larangan diantaranya dilarang untuk  mencantumkan mengenai kebencian atas Ras, Agama, Negara, Bangsa, kemudian tidak boleh memprovokasi kekerasan, tidak boleh memfitnah dan mengatas namakan orang lain untuk kepentingan pribadi, tidak boleh menyebar berita yang tidak benar, tidak boleh negasionis  atau mendoktrin yang menyatakan kalau sesuatu itu tidak benar adanya tetapi sesuatu itu telah terjadi, tidak boleh mengklaim sesuatu untuk hak kekayaan intelektual atas seseorang, dan kita tidak boleh menyebarluaskan kerahasiaan profesional. Selain itu, visa humanitarian di Perancis disebut visa pengasingan, tujuannya untuk tetap tinggal di negara Perancis dalam keadaan hidup. Visa ini berguna short term hanya untuk 3 bulan. Semenjak tahun 2014 ada 4.700 warga negara Irak yang mendapat visa humanitarian, ada orang-orang kristen di Timur Tengah dari Syria dan Irak yang mendapat layanan. Karena krisis yang terjadi di Negara Islami mengancam keberadaan orang-orang Kristen di Syria dan Irak. Keuntungannya untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang ada di krisis peperangan tersebut. Agar orang-orang tadi dapat masuk ke negara secara legal, kalau ilegal ada penyuapan. IFI berdiri sejak tahun 1967 di Surabaya kurang lebih 50 tahun. Sebelumnya namanya adalah CCL (Central Cultural Linguistik), yang pada dasarnya IFI dinaungi di bawah Kedutaan Besar Perancis. Wawancara ini salah satu tugas dalam Mata Kuliah Hukum Internasional.


Untag Surabaya || Fakultas Hukum Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya